Sudah Berbisnis dari Remaja, Ini Sosok Anwar Sutan Saidi Konglomerat Sumbar Sebelum Kemerdekaan
Meski dari golongan orang kaya, sosok asal Sumatera Barat ini tak ragu berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.
Meski dari golongan orang kaya, sosok asal Sumatera Barat ini tak ragu berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.
Setiap jengkal perjuangan kemerdekaan Indonesia pastinya melibatkan seluruh lapisan rakyat Tanah Air, baik itu dari pemerintah sampai rakyat biasa pun ikut andil dalam melawan serta mengusir para penjajah.
Di Sumatera Barat, perjuangan dalam kemerdekaan terus menggelora tiada henti. Hingga masa pendudukan Jepang, terjadi perpecahan antara dua kelompok yang mendukung dan menolak kerja sama dengan pihak Jepang. (Foto: Wikipedia)
Akan tetapi, ada satu tokoh yang mungkin tidak banyak muncul di sejarah pra-kemerdekaan di Sumatera Barat, yaitu Anwar Sutan Saidi. Ia merupakan segilintir konglomerat yang ada di Nusantara saat itu.
Meski dari kalangan mampu, semangat juang Anwar tidak mudah padam dan tenggelam dalam kekayaannya. Ia pun diketahui juga ikut dalam aktivis pergerakan kemerdekaa Indonesia sekaligus pendiri Bank Nasional.
Lantas, seperti apa sosok dari Anwar Sutan Saidi? Simak informasi selengkapnya yang dirangkum merdeka.com dari berbagai sumber berikut ini.
Anwar Sutan Saidi lahir di Sungai Puar, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 19 April 1910. Ia sudah menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) sejak usia 5 tahun di Payakumbuh.
Dirinya pun tidak dapat menyelesaikan pendidikannya hingga jenjang SMA atau perguruan tinggi. Menginjak usia 16 tahun Anwar memilih terjun di dunia bisnis dengan bekerja bersama pamannya. Seiring berjalannya waktu, ia terus mengembangkan usahanya sendiri.
Salah satu usahanya itu adalah mengumpulkan hasil kerajinan tangan masyarakat Agam Tuo atau Oud Agam.
Mengutip dari berbagai sumber, tahun 1930-an Anwar pun sudah mendirikan sebuah Bank yaitu Bank Tabungan Saudagar yang berada di Bukittinggi. Namun nama bank ini berubah menjadi Bank Nasional Abuan Saudagar yang meliputi PT Inkorba, PT Bumi Putera, PT Andalas, dan PT Fort de Kock.
Di samping mendirikan bank, Anwar juga memiliki perusahaan penerbitan bernama NV Nusantara. Melalui perusahaan ini banyak menerbitkan buku-buku sastra yang menjadi bacaan wajib anak-anak sekolah.
Anwar juga melebarkan sayap bisnisnya hingga sektor pariwisata. Ia membangun Hotel Minang di Bukittinggi dan Danau Singkarak. Bahkan di tahun 1964 ia sempat menghidupkan kembali pabrik tenun Padang Asli yang sudah lama berhenti.
Meski sudah tergolong memiliki banyak usaha, tepat sebelum kemerdekaan Anwar juga terjun di dunia pergerakan nasional. Ia memutuskan untuk terjun karena dari kakaknya yaitu Djamaluddin Ibrahim yang menjadi guru Sumatra Thawalib sekaligus Aktivis Partai PARI.
Anwar terkenal dengan aktivitas pergerakan anti-Jepang. Ia tidak sepemikiran dengan Muhammad Sjafei dan Chatib Sulaiman yang mendirikan laskar rakyat untuk membantu Jepang atau Gyugun. Setelah Gyugun diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Anwar tak segan-segan untuk memberikan dana segar kepada organisasi tersebut.
Pada masa kemerdekaan, Anwar duduk sebagai Dewan Eksekutif Komite Nasional Indonesia (KNI) Sumatera Barat mendampingi Sutan Mohammad Rasjid dan Dr. Djamil.
Tahun 1960 Anwar ditunjuk menjadi anggota Depernas (Dewan Perancang Nasional) sebagai tenaga ahli, dan kemudian diangkat pula menjadi anggota MPRS.
Rahmat menilai suara masyarakat Sumbar untuk Capres nomor urut dua Prabowo Subianto telah gembos.
Baca SelengkapnyaMahasiswa ITS ini punya kepedulian tinggi terhadap keberlanjutan lingkungan
Baca SelengkapnyaDua sosok Jenderal TNI bintang lima ini ternyata pernah jadi atasan dan bawahan. Simak karier keduanya hingga mampu meraih penghargaan tertinggi militer.
Baca SelengkapnyaSimak pesan penting dari sesepuh Persit istri eks Panglima ABRI. Ingatkan soal kesederhanaan.
Baca SelengkapnyaPelaku berinisial AARN yang diciduk di Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel)
Baca SelengkapnyaAlih-alih adanya PRRI membuat riuh keadaan pemerintah Indonesia khususnya di wilayah Sumatera, peran kolonel ini justru bersikap sebaliknya.
Baca SelengkapnyaTahun 1973, hobi minum jamu Mooryati Soedibyo yang dilakukan sejak masih belia, akhirnya dikembangkannya sebagai usaha.
Baca SelengkapnyaPerseroan selalu gencar melakukan pembukaan pabrik baru hingga akuisisi setiap tahunnya.
Baca SelengkapnyaSuku asli dari kota Pagaralam, Ogan Komering Ulu Selatan, dan Muara Enim ini melakukan perlawanan terlama dalam sejarah.
Baca Selengkapnya